WahanaNews-Langkat | Komisi I DPR RI akhirnya memberikan persetujuan kepada Kepala Staf TNI AD, Jenderal Andika Perkasa, sebagai Panglima TNI menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto yang akan pensiun bulan ini.
Andika Perkasa merupakan calon tunggal Panglima TNI yang diusulkan Presiden Joko Widodo.
Baca Juga:
Aksi AKP Dadang Guncang Solok Selatan, Hujani Rumah Dinas Kapolres dengan Tembakan
Persetujuan Andika Perkasa sebagai Panglima TNI berdasarkan hasil rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi I DPR RI yang digelar Sabtu (6/11/2021).
Sebelumnya, Andika Perkasa menyampaikan paparan singkat mengenai visi-misinya dalam fit and proper test calon Panglima TNI, dilanjutkan dengan pendalaman visi-misi yang dilakukan secara tertutup.
Tidak sampai 3 jam, DPR menyetujui pencalonan Andika Perkasa.
Baca Juga:
OTT KPK Bengkulu, Calon Gubernur Petahana Dibawa dengan 3 Mobil
"Hasil rapat internal, Komisi I DPR dengan ini memberikan persetujuan terhadap pengangkatan calon Panglima Jenderal TNI Andika Perkasa sebagai Panglima TNI," kata Ketua Komisi I, Meutya Hafid, di ruang rapat Gedung DPR, Sabtu (6/11/2021).
Komisi I DPR, lanjut Meutya, mengeluarkan surat persetujuan kepada Andika Perkasa sebagai Panglima TNI yang ditandatangani pimpinan Komisi I.
Surat persetujuan tersebut nanti akan dibawa ke rapat paripurna DPR yang digelar Senin (8/11/2021) ini.
Dalam “vision statement” yang diungkapkannya di hadapan Komisi I DPR RI sebagai calon Panglima TNI, Andika mengaku memilih frasa "TNI adalah Kita" sebagai pandangannya dalam memikul amanah sebagai pucuk tertinggi di tubuh TNI.
Andika mengatakan visi-misi yang dia sampaikan sangat singkat, tidak sampai lima menit.
"Memang sangat singkat sekali. Tetapi justru di sini saya ingin masyarakat Indonesia dan Internasional untuk melihat TNI sebagai kita, atau bagian dari mereka," kata Andika di Komisi I DPR RI, Senayan, Sabtu (6/11/2021).
Sang Jenderal menegaskan bahwa hal itu sebetulnya menunjukkan jika TNI sebagai lembaga, tidak ingin dilihat orang dengan harapan terlalu tinggi.
"Karena kita dengan segala keterbatasan, kelebihan, dan kenaekaragamannya, ya inilah kita," ujarnya.
Andika menambahkan, TNI bisa saja ingin menjadi profesional dan lebih banyak lagi, namun hal itu jelas membutuhkan proses yang juga akan terus dibangun di internal TNI.
Seperti diketahui, sejak era Reformasi, mekanisme pemilihan calon Panglima TNI tidak lagi sepenuhnya pada hak prerogatif Presiden, tetapi mengharuskan persetujuan DPR RI sebagaimana amanat Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Pasal 13 ayat (2) UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menyebutkan, "Panglima TNI diangkat dan diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan DPR."
Dalam penjelasan pasal 13 ayat (2) dijelaskan, "Yang dimaksud dengan persetujuan DPR, adalah pendapat berdasarkan alasan dan pertimbangan yang kuat tentang aspek moral dan kepribadian, berdasarkan rekam jejak."
Beleid ini yang kemudian menjadi dasar DPR --hingga kini-- menggelar fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan calon Panglima TNI.
Walaupun, pada praktiknya, dinamika dan lobi-lobi politik turut mempengaruhi bahkan menentukan calon Panglima TNI.
Pecah Rekor
Bila menilik sejarah fit and proper test calon Panglima TNI sejak era Reformasi, maka proses uji kelayakan dan kepatutan Marsekal Djoko Suyanto di DPR tahun 2006 mencatatkan rekor, karena sangat berliku dan durasinya sangat lama.
Calon Panglima TNI pertama dari matra Angkatan Udara (TNI AU) itu harus menjalani uji kelayakan dan kepatutan di DPR selama 13 jam.
Pencalonan Marsekal Djoko Suyanto sebagai Panglima TNI mendapat penolakan dari Fraksi PDIP.
Hal itu disebabkan sebelumnya, Presiden Megawati Soekarnoputri di akhir jabatannya mengajukan Jenderal Ryamizard Ryacudu (KSAD) sebagai calon Panglima TNI, namun Presiden SBY --penerus Megawati-- menarik surat pengajuan Jenderal Ryamizard dan mengajukan nama baru yaitu Marsekal Djoko Suyanto.
Marsekal Djoko Suyanto sempat dituduh sebagai “Orangnya SBY” sehingga proses uji kelayakan berlangsung alot.
Marsekal Djoko dibombardir berbagai pertanyaan oleh Komisi I DPR, utamanya politikus PDIP, hingga 13 jam lamanya.
Panglima TNI sebelumnya, Jenderal TNI Endriartono Sutarto, sempat mengomentari ujian fit and proper test yang dihadapi Marsekal Djoko Suyanto adalah yang terlama di dunia.
"Jadi layak masuk Guiness Book," ujarnya.
Setelah melewati itu semua, Marsekal Djoko Suyanto akhirnya mendapat persetujuan DPR dan dilantik sebagai Panglima TNI oleh Presiden SBY pada 13 Februari 2006.
Proses uji kelayakan dan kepatutan calon Panglima TNI di awal-awal pemberlakuan UU Nomor 34 tahun 2004 memang cenderung lama dan sangat alot pembahasannya.
Tak hanya Marsekal Djoko Suyanto.
Penerusnya, Jenderal Djoko Santoso, juga harus menjalani proses fit and proper test dari pagi hingga malam hari, sekitar 12 jam.
Sementara durasi fit and proper test calon Panglima TNI setelahnya, seperti Laksamana Agus Suhartono, Jenderal Moeldoko, Jenderal Gatot Nurmantyo, hingga Marsekal Hadi Tjahjanto, relatif lebih singkat.
Bahkan, Jenderal Andika Perkasa tak lebih dari 3 jam sudah disetujui DPR. [non]